Rabu, 14 Oktober 2015

Teori Hukum Newton

Teori Hukum Newton

A. Hukum Newton I

Pada zaman dahulu, orang percaya bahwa alam ini bergerak dengan sendirinya. Tidak ada sesuatu pun yang menggerakkannya. Mereka menyebutnya dengan gerak alami. Di lain sisi, untuk benda yang jelas-jelas digerakkan, mereka menamakan gerak paksa. Teori yang dipelopori oleh Aristoteles ini terbukti salah saat Galileo dan Newton mengemukakan pendapat mereka.

Galileo mematahkan teori Aristoteles dengan sebuah percobaan sederhana. Ia membuat sebuah lintasan lengkung licin yang digunakan untuk menggelindingkan sebuah bola. Satu sisi dari lintasan tersebut diubah-ubah kemiringannya. Setelah mengamati, Galileo menyatakan “ Jika gaya gesek pada benda tersebut ditiadakan, maka benda tersebut akan terus bergerak tanpa memerlukan gaya lagi”.

Teori Galileo dikembangkan oleh Isaac Newton. Hukum Newton I mengatakan bahwa

“Jika resultan gaya pada suatu benda sama dengan nol, maka benda yang diam akan tetap diam dan benda yang bergerak akan tetap bergerak dengan kecepatan tetap”.

Berdasarkan hukum I Newton, dapatlah Anda pahami bahwa suatu benda cenderung mempertahankan keadaannya. Benda yang mula-mula diam akan mempertahankan keadaan diamnya, dan benda yang mulamula bergerak akan mempertahankan geraknya. Oleh karena itu, hukum I Newton juga sering disebut sebagai hukum kelembaman atau hukum inersia.

Ukuran kuantitas kelembaman suatu benda adalah massa. Setiap benda memiliki tingkat kelembaman yang berbeda-beda. Makin besar massa suatu benda, makin besar kelembamannya. Saat mengendarai sepeda motor Anda bisa langsung memperoleh kelajuan besar dalam waktu singkat. Namun, saat Anda naik kereta, tentu memerlukan waktu yang lebih lama untuk mencapai kelajuan yang besar. Hal itu terjadi karena kereta api memiliki massa yang jauh lebih besar daripada massa sepeda motor.

Setiap hari Anda mengalami hukum I Newton. Misalnya, saat kendaraan yang Anda naiki direm secara mendadak, maka Anda akan terdorong ke depan dan saat kendaraan yang Anda naiki tiba-tiba bergerak, maka Anda akan terdorong ke belakang.

Penerapannya:

  • Penumpang akan serasa terdorong kedepan saat mobil yang bergerak cepat direm mendadak.
  • Koin yang berada di atas kertas di meja akan tetap disana ketika kertas ditarik secara cepat.
  • Ayunan bandul sederhana.
  • Pemakaian roda gila pada mesin mobil.

B. Hukum Newton II

Hukum I Newton menyatakan bahwa jika tidak ada gaya total yang bekerja pada sebuah benda, maka benda tersebut akan tetap diam, atau jika sedang bergerak, akan bergerak lurus beraturan (kecepatan konstan). Selanjutnya, apa yang terjadi jika sebuah gaya total diberikan pada benda tersebut?

Newton berpendapat bahwa kecepatan akan berubah. Suatu gaya total yang diberikan pada sebuah benda mungkin menyebabkan lajunya bertambah. Akan tetapi, jika gaya total itu mempunyai arah yang berlawanan dengan gerak benda, gaya tersebut akan memperkecil laju benda. Jika arah gaya total yang bekerja berbeda arah dengan arah gerak benda, maka arah kecepatannya akan berubah (dan mungkin besarnya juga). Karena perubahan laju atau kecepatan merupakan percepatan, berarti dapat dikatakan bahwa gaya total dapat menyebabkan percepatan.

Hubungan antara percepatan dan gaya tersebut selanjutnya dikenal sebagai Hukum II Newton, yang bunyinya sebagai berikut:
   
"Percepatan sebuah benda berbanding lurus dengan gaya total yang bekerja padanya dan berbanding terbalik dengan massanya. Arah percepatan sama dengan arah gaya total yang bekerja padanya."

Hukum II Newton tersebut dirumuskan secara matematis dalam persamaan:

Hukum%2BNewton%2BII.jpg

Perhatian contoh soal berikut:
soal%2Bnewton.jpg


C. Hukum Newton III


Hukum II Newton menjelaskan secara kuantitatif bagaimana gaya-gaya memengaruhi gerak. Tetapi kita mungkin bertanya, dari mana gaya-gaya itu datang? Berdasarkan pengamatan membuktikan bahwa gaya yang diberikan pada sebuah benda selalu diberikan oleh benda lain. Sebagai contoh, seekor kuda yang menarik kereta, tangan seseorang mendorong meja, martil memukul/ mendorong paku, atau magnet menarik paku. Contoh tersebut menunjukkan bahwa gaya diberikan pada sebuah benda, dan gaya tersebut diberikan oleh benda lain, misalnya gaya yang diberikan pada meja diberikan oleh tangan.

Newton menyadari bahwa hal ini tidak sepenuhnya seperti itu. Memang benar tangan memberikan gaya pada meja, tampak seperti pada gambar di atas. Tetapi meja tersebut jelas memberikan gaya kembali kepada tangan. Dengan demikian, Newton berpendapat bahwa kedua benda tersebut harus dipandang sama. Tangan memberikan gaya pada meja, dan meja memberikan gaya balik kepada tangan.

Hal ini merupakan inti dari Hukum III Newton, yaitu:
"Ketika suatu benda memberikan gaya pada benda kedua, benda kedua tersebut memberikan gaya yang sama besar tetapi berlawanan arah terhadap benda pertama."

Hukum III Newton ini kadang dinyatakan sebagai hukum aksi-reaksi, “untuk setiap aksi ada reaksi yang sama dan berlawanan arah”. Untuk menghindari kesalahpahaman, sangat penting untuk mengingat bahwa gaya “aksi” dan gaya “reaksi” bekerja pada benda yang berbeda.

Sejarah Dan Sistem Penulisan Aksara Sunda

 

Sejarah Aksara Sunda

Sejarah Aksara Sunda Baku

Aksara Sunda Baku merupakan sistem penulisan hasil penyesuaian Aksara Sunda Kuna yang digunakan untuk menuliskan Bahasa Sunda kontemporer. Saat ini Aksara Sunda Baku juga lazim disebut dengan istilah Aksara Sunda

Latar Belakang dan Sejarah

 

Setidaknya sejak Abad IV masyarakat Sunda telah lama mengenal aksara untuk menuliskan bahasa yang mereka gunakan. Namun pada awal masa kolonial, masyarakat Sunda dipaksa oleh penguasa dan keadaan untuk meninggalkan penggunaan Aksara Sunda Kuna yang merupakan salah satu identitas budaya Sunda. Keadaan yang berlangsung hingga masa kemerdekaan ini menyebabkan punahnya Aksara Sunda Kuna dalam tradisi tulis masyarakat Sunda.
Pada akhir Abad XIX sampai pertengahan Abad XX, para peneliti berkebangsaan asing (misalnya K. F. Holle dan C. M. Pleyte) dan bumiputra (misalnya Atja dan E. S. Ekadjati) mulai meneliti keberadaan prasasti-prasasti dan naskah-naskah tua yang menggunakan Aksara Sunda Kuna. Berdasarkan atas penelitian-penelitian sebelumnya, pada akhir Abad XX mulai timbul kesadaran akan adanya sebuah Aksara Sunda yang merupakan identitas khas masyarakat Sunda. Oleh karena itu Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat menetapkan Perda No. 6 tahun 1996 tentang Pelestarian, Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Sastra, dan Aksara Sunda yang kelak digantikan oleh Perda No. 5 tahun 2003 tentang Pemeliharaan Bahasa, Sastra, dan Aksara Daerah.
Pada tanggal 21 Oktober 1997 diadakan Lokakarya Aksara Sunda di Kampus UNPAD Jatinangor yang diselenggarakan atas kerja sama Pemerintah Daerah Tingkat I Jawa Barat dengan Fakultas Sastra Universitas Padjadjaran. Kemudian hasil rumusan lokakarya tersebut dikaji oleh Tim Pengkajian Aksara Sunda. Dan akhirnya pada tanggal 16 Juni 1999 keluar Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Barat Nomor 343/SK.614-Dis.PK/99 yang menetapkan bahwa hasil lokakarya serta pengkajian tim tersebut diputuskan sebagai Aksara Sunda Baku.
Saat ini Aksara Sunda Baku mulai diperkenalkan di kepada umum antara lain melalui beberapa acara kebudayaan daerah yang diadakan di Bandung. Selain itu, Aksara Sunda Baku juga digunakan pada papan nama Museum Sri Baduga, Kampus Yayasan Atikan Sunda dan Kantor Dinas Pariwisata Daerah Kota Bandung. Langkah lain juga diambil oleh Pemerintah Daerah Kota Tasikmalaya yang menggunakan Aksara Sunda Baku pada papan nama jalan-jalan utama di kota tersebut.
Namun, setidaknya hingga akhir tahun 2007 Dinas Pendidikan Nasional Provinsi Jawa Barat belum juga mewajibkan para siswa untuk mempelajari Aksara Sunda Baku sebagaimana para siswa tersebut diwajibkan untuk mempelajari Bahasa Sunda. Langkah memperkenalkan aksara daerah mungkin akan dapat lebih mencapai sasaran jika Aksara Sunda Baku dipelajari bersamaan dengan Bahasa Sunda. Dinas Pendidikan Nasional Provinsi Lampung dan Provinsi Jawa Tengah telah jauh-jauh hari menyadari hal ini dengan mewajibkan para siswa Sekolah Dasar yang mempelajari bahasa daerah untuk juga mempelajari aksara daerah.



Perbandingan antara Aksara Sunda Baku dan Sunda Kuno

 

Sebagaimana diungkapkan di atas, Aksara Sunda Baku merupakan hasil penyesuaian Aksara Sunda Kuna yang digunakan untuk menuliskan Bahasa Sunda kontemporer. Penyesuaian itu antara lain didasarkan atas pedoman sebagai berikut:
  • bentuknya mengacu pada Aksara Sunda Kuna sehingga keasliannya dapat terjaga,
  • bentuknya sederhana agar mudah dituliskan,
  • sistem penulisannya berdasarkan pemisahan kata demi kata,
  • ejaannya mengacu pada Bahasa Sunda mutakhir agar mudah dibaca.
Dalam pelaksanaannya, penyesuaian tersebut meliputi penambahan huruf (misalnya huruf va dan fa), pengurangan huruf (misalnya huruf re pepet dan le pepet), dan perubahan bentuk huruf (misalnya huruf na dan ma).

 

Sistem penulisan Aksara Sunda Baku

Sistem penulisan Aksara Sunda Baku

Aksara Swara (ᮃᮊ᮪ᮞᮛ ᮞ᮪ᮝᮛ)

Representasi grafis
Sunda A.png = a Sunda Ae.png = é Sunda I.png = i Sunda O.png = o
Sunda U.png = u Sunda E.png = e Sunda Eu.png = eu

Aksara Ngalagena (ᮃᮊ᮪ᮞᮛ ᮍᮜᮌᮨᮔ)

Representasi grafis
Sunda Ka.png = ka Sunda Ga.png = ga Sunda Nga.png = nga
Sunda Ca.png = ca Sunda Ja.png = ja Sunda Nya.png = nya
Sunda Ta.png = ta Sunda Da.png = da Sunda Na.png = na
Sunda Pa.png = pa Sunda Ba.png = ba Sunda Ma.png = ma
Sunda Ya.png = ya Sunda Ra.png = ra Sunda La.png = la
Sunda Wa.png = wa Sunda Sa.png = sa Sunda Ha.png = ha

Rarangkén (ᮛᮛᮀᮊᮨᮔ᮪)

Berdasarkan letak penulisannya, 13 rarangkén dikelompokkan sebagai berikut:
  • rarangkén di atas huruf = 5 macam
  • rarangkén di bawah huruf = 3 macam
  • rarangkén sejajar huruf = 5 macam
a. Rarangkén di atas huruf
Sundanese sign panghulu.png panghulu, membuat vokal aksara Ngalagena dari [a] menjadi [i]. Contoh: Sunda Ka.png = kaSundanese sign panghulu.png = ki.
Sundanese sign pamepet.png pamepet, membuat vokal aksara Ngalagena dari [a] menjadi [ə]. Contoh: Sunda Ka.png = kaSundanese sign pamepet.png = ke.
Sundanese sign paneuleung.png paneuleung, membuat vokal aksara Ngalagena dari [a] menjadi [ɤ]. Contoh: Sunda Ka.png = kaSundanese sign paneuleung.png = keu.
Sundanese sign panglayar.png panglayar, menambah konsonan [r] pada akhir suku kata. Contoh: Sunda Ka.png = kaSundanese sign panglayar.png = kar.
Sundanese sign panyecek.png panyecek, menambah konsonan [ŋ] pada akhir suku kata. Contoh: Sunda Ka.png = kaSundanese sign panyecek.png = kang.
b. Rarangkén di bawah huruf
Sundanese sign panyuku.png panyuku, membuat vokal aksara Ngalagena dari [a] menjadi [u]. Contoh: Sunda Ka.png = kaSundanese sign panyuku.png = ku.
Sundanese sign panyakra.png panyakra, menambah konsonan [r] di tengah suku kata. Contoh: Sunda Ka.png = kaSundanese sign panyakra.png = kra.
Sundanese sign panyiku.png panyiku, menambah konsonan [l] di akhir suku kata. Contoh: Sunda Ka.png = kaSundanese sign panyiku.png = kla.
c. Rarangkén sejajar huruf
Sundanese sign paneleng.png panéléng, membuat vokal aksara Ngalagena dari [a] menjadi [ɛ]. Contoh: Sunda Ka.png = kaSundanese sign paneleng.png = .
Sundanese sign panolong.png panolong, membuat vokal aksara Ngalagena dari [a] menjadi [ɔ]. Contoh: Sunda Ka.png = kaSundanese sign panolong.png = ko.
Sundanese sign pamingkal.png pamingkal, menambah konsonan [j] di tengah suku kata. Contoh: Sunda Ka.png = kaSundanese sign pamingkal.png = kya.
Sundanese sign pangwisad.png pangwisad, menambah konsonan [h] di akhir suku kata. Contoh: Sunda Ka.png = kaSundanese sign pangwisad.png = kah.
Sundanese sign pamaeh.png patén atau pamaéh, meniadakan vokal pada suku kata. Contoh: Sunda Ka.png = ka → pamaeh = k.

Angka (ᮃᮀᮊ ᮞᮥᮔ᮪ᮓ)

Representasi grafis
Sundanese digit 1.png = 1 Sundanese digit 2.png = 2
Sundanese digit 3.png = 3 Sundanese digit 4.png = 4
Sundanese digit 5.png = 5 Sundanese digit 6.png = 6
Sundanese digit 7.png = 7 Sundanese digit 8.png = 8
Sundanese digit 9.png = 9 Sundanese digit 0.png = 0
Dalam teks, angka diapit oleh dua tanda pipa | ... |.
Contoh: |Sundanese digit 2.pngSundanese digit 4.pngSundanese digit 0.png| = 240