Sejarah Aksara Sunda
Sejarah Aksara Sunda Baku
Aksara Sunda Baku merupakan sistem penulisan hasil penyesuaian Aksara Sunda Kuna yang digunakan untuk menuliskan Bahasa Sunda kontemporer. Saat ini Aksara Sunda Baku juga lazim disebut dengan istilah Aksara Sunda
Latar Belakang dan Sejarah
Setidaknya sejak Abad IV masyarakat Sunda
telah lama mengenal aksara untuk menuliskan bahasa yang mereka gunakan.
Namun pada awal masa kolonial, masyarakat Sunda dipaksa oleh penguasa
dan keadaan untuk meninggalkan penggunaan Aksara Sunda Kuna yang
merupakan salah satu identitas budaya Sunda. Keadaan yang berlangsung
hingga masa kemerdekaan ini menyebabkan punahnya Aksara Sunda Kuna dalam
tradisi tulis masyarakat Sunda.
Pada akhir Abad XIX sampai pertengahan Abad XX, para peneliti
berkebangsaan asing (misalnya K. F. Holle dan C. M. Pleyte) dan
bumiputra (misalnya Atja dan E. S. Ekadjati) mulai meneliti keberadaan
prasasti-prasasti dan naskah-naskah tua yang menggunakan Aksara Sunda
Kuna. Berdasarkan atas penelitian-penelitian sebelumnya, pada akhir Abad
XX mulai timbul kesadaran akan adanya sebuah Aksara Sunda yang
merupakan identitas khas masyarakat Sunda. Oleh karena itu Pemerintah
Daerah Provinsi Jawa Barat
menetapkan Perda No. 6 tahun 1996 tentang Pelestarian, Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa, Sastra, dan Aksara Sunda yang kelak digantikan oleh
Perda No. 5 tahun 2003 tentang Pemeliharaan Bahasa, Sastra, dan Aksara
Daerah.
Pada tanggal 21 Oktober 1997 diadakan Lokakarya Aksara Sunda di Kampus UNPAD Jatinangor yang diselenggarakan atas kerja sama Pemerintah Daerah Tingkat I Jawa Barat dengan Fakultas Sastra Universitas Padjadjaran.
Kemudian hasil rumusan lokakarya tersebut dikaji oleh Tim Pengkajian
Aksara Sunda. Dan akhirnya pada tanggal 16 Juni 1999 keluar Surat
Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Barat Nomor
343/SK.614-Dis.PK/99 yang menetapkan bahwa hasil lokakarya serta
pengkajian tim tersebut diputuskan sebagai Aksara Sunda Baku.
Saat ini Aksara Sunda Baku mulai diperkenalkan di kepada umum antara
lain melalui beberapa acara kebudayaan daerah yang diadakan di Bandung.
Selain itu, Aksara Sunda Baku juga digunakan pada papan nama Museum Sri Baduga, Kampus Yayasan Atikan Sunda dan Kantor Dinas Pariwisata Daerah Kota Bandung. Langkah lain juga diambil oleh Pemerintah Daerah Kota Tasikmalaya yang menggunakan Aksara Sunda Baku pada papan nama jalan-jalan utama di kota tersebut.
Namun, setidaknya hingga akhir tahun 2007 Dinas Pendidikan Nasional
Provinsi Jawa Barat belum juga mewajibkan para siswa untuk mempelajari
Aksara Sunda Baku sebagaimana para siswa tersebut diwajibkan untuk
mempelajari Bahasa Sunda. Langkah memperkenalkan aksara daerah mungkin
akan dapat lebih mencapai sasaran jika Aksara Sunda Baku dipelajari
bersamaan dengan Bahasa Sunda. Dinas Pendidikan Nasional Provinsi Lampung dan Provinsi Jawa Tengah
telah jauh-jauh hari menyadari hal ini dengan mewajibkan para siswa
Sekolah Dasar yang mempelajari bahasa daerah untuk juga mempelajari
aksara daerah.
Perbandingan antara Aksara Sunda Baku dan Sunda Kuno
Sebagaimana diungkapkan di atas, Aksara Sunda Baku merupakan hasil
penyesuaian Aksara Sunda Kuna yang digunakan untuk menuliskan Bahasa
Sunda kontemporer. Penyesuaian itu antara lain didasarkan atas pedoman
sebagai berikut:
- bentuknya mengacu pada Aksara Sunda Kuna sehingga keasliannya dapat terjaga,
- bentuknya sederhana agar mudah dituliskan,
- sistem penulisannya berdasarkan pemisahan kata demi kata,
- ejaannya mengacu pada Bahasa Sunda mutakhir agar mudah dibaca.
Dalam pelaksanaannya, penyesuaian tersebut meliputi penambahan huruf
(misalnya huruf va dan fa), pengurangan huruf (misalnya huruf re pepet
dan le pepet), dan perubahan bentuk huruf (misalnya huruf na dan ma).
Sistem penulisan Aksara Sunda Baku
Sistem penulisan Aksara Sunda Baku
Aksara Swara (ᮃᮊ᮪ᮞᮛ ᮞ᮪ᮝᮛ)
= a |
= é |
= i |
= o |
= u |
= e |
= eu |
Aksara Ngalagena (ᮃᮊ᮪ᮞᮛ ᮍᮜᮌᮨᮔ)
= ka |
= ga |
= nga |
= ca |
= ja |
= nya |
= ta |
= da |
= na |
= pa |
= ba |
= ma |
= ya |
= ra |
= la |
= wa |
= sa |
= ha |
Rarangkén (ᮛᮛᮀᮊᮨᮔ᮪)
Berdasarkan letak penulisannya, 13
rarangkén dikelompokkan sebagai berikut:
- rarangkén di atas huruf = 5 macam
- rarangkén di bawah huruf = 3 macam
- rarangkén sejajar huruf = 5 macam
a. Rarangkén di atas huruf
|
panghulu, membuat vokal aksara Ngalagena dari [a] menjadi [i].
Contoh: = ka → = ki.
|
|
pamepet, membuat vokal aksara Ngalagena dari [a] menjadi [ə].
Contoh: = ka → = ke.
|
|
paneuleung, membuat vokal aksara Ngalagena dari [a] menjadi [ɤ].
Contoh: = ka → = keu.
|
|
panglayar, menambah konsonan [r] pada akhir suku kata.
Contoh: = ka → = kar.
|
|
panyecek, menambah konsonan [ŋ] pada akhir suku kata.
Contoh: = ka → = kang.
|
b. Rarangkén di bawah huruf
|
panyuku, membuat vokal aksara Ngalagena dari [a] menjadi [u].
Contoh: = ka → = ku.
|
|
panyakra, menambah konsonan [r] di tengah suku kata.
Contoh: = ka → = kra.
|
|
panyiku, menambah konsonan [l] di akhir suku kata.
Contoh: = ka → = kla.
|
c. Rarangkén sejajar huruf
|
panéléng, membuat vokal aksara Ngalagena dari [a] menjadi [ɛ].
Contoh: = ka → = ké.
|
|
panolong, membuat vokal aksara Ngalagena dari [a] menjadi [ɔ].
Contoh: = ka → = ko.
|
|
pamingkal, menambah konsonan [j] di tengah suku kata.
Contoh: = ka → = kya.
|
|
pangwisad, menambah konsonan [h] di akhir suku kata.
Contoh: = ka → = kah.
|
|
patén atau pamaéh, meniadakan vokal pada suku kata.
Contoh: = ka → pamaeh = k.
|
Angka (ᮃᮀᮊ ᮞᮥᮔ᮪ᮓ)
= 1 |
= 2 |
= 3 |
= 4 |
= 5 |
= 6 |
= 7 |
= 8 |
= 9 |
= 0 |
Dalam teks, angka diapit oleh dua tanda pipa | ... |.
Contoh:
|| = 240
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapussusah
BalasHapus